 |
Ilustrasi |
Raa Pramuja -
Pengaturan masalah perkawinan di Indonesia terdapat dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”) dan Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 (“PP 9/1975”) sebagai peraturan pelaksanaannya. Selain itu, untuk yang beragama Islam berlaku pula ketentuan dalam Instruksi Presiden No.1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam (“KHI”). Di dalam pertanyaan, Anda tidak menyebutkan agama apa yang dipeluk oleh pasangan suami istri tersebut. Namun demikian, guna melengkapi jawaban kami, kami juga menjelaskan berdasar pada ketentuan dalam KHI.
Tanya:
Tolong penjelasannya, apabila seorang istri menggugat cerai suaminya, lalu pada persidangan suaminya tidak pernah hadir dalam persidangan, apakah persidangan tersebut masih bisa dilanjutkan dan dapatkah si istri menjadi janda walaupun suaminya tidak pernah hadir dalam persidangan?
Jawab:
Sebelum menjawab pertanyaan Anda mengenai ketidakhadiran pihak (baik suami maupun istri) dalam persidangan perceraian, terlebih dahulu kami menyebutkan ketentuan yang harus dipatuhi oleh suami dan istri yang hendak bercerai saat menghadiri sidang perceraian yang terdapat dalam Pasal 82 ayat (1) dan (2) UU 7/1989:
(1) Pada sidang pertama pemeriksaan gugatan perceraian, Hakim berusaha mendamaikan kedua pihak.
(2) Dalam sidang perdamaian tersebut, suami istri harus datang secara pribadi, kecuali apabila salah satu pihak bertempat kediaman di luar negeri, dan tidak dapat datang menghadap secara pribadi dapat diwakili oleh kuasanya yang secara khusus dikuasakan untuk itu.
(3) Apabila kedua pihak bertempat kediaman di luar negeri, maka penggugat pada sidang perdamaiantersebut harus menghadap secara pribadi.
(4) Selama perkara belum diputuskan, usaha mendamaikan dapat dilakukan pada setiap sidangpemeriksaan.”
Masih berkaitan dengan kehadiran suami istri dalam persidangan, pada Pasal 142 ayat (2) KHI juga disebutkan bahwa dalam hal suami istri mewakilkan kepada kuasanya, untuk kepentingan pemeriksaan, Hakim dapat memerintahkan yang bersangkutan untukhadir sendiri.
Jadi, dari kedua pasal tersebut dapat kita ketahui bahwa memang pada sidang pemeriksaan gugatan perceraian, terutama pada sidang perdamaian, baik suami ataupun istri harus datang secara pribadi. Meskipun keduanya dapat mewakilkan kepada kuasanya, namun untuk kepentingan pemeriksaan, hakim dapat memerintahkan keduanya untuk hadir sendiri.
[ads-post]
Selanjutnya, ada ketentuan dalam PP 9/1975 yang membolehkan penggugat atau tergugat untuk tidak hadir dalam persidangan dan mewakilkan dirinya melalui kuasanya, yakni ketentuan dalam Pasal 26 ayat (1) PP 9/1975 yang berbunyi:
“Setiap kali diadakan sidang Pengadilan yang memeriksa gugatan perceraian, baik penggugat maupun tergugat atau kuasa mereka akan dipanggil untuk menghadiri sidang tersebut.”
Selain itu, menurut Pasal 142 ayat (1) KHI, pada sidang pemeriksaan gugatan perceraian suami istri datang sendiri atau mewakilkan kepada kuasanya.
Jadi, dari ketentuan dalam kedua pasal tersebut dapat kita ketahui bahwa pemeriksaan gugatan perceraian tetap bisa dijalankan meskipun suami/istri tidak hadir asalkan telah mewakilkan kepada kuasanya.
Namun demikian, kami kurang mendapatkan informasi apa yang Anda maksudkan dari si suami dalam cerita Anda tidak pernah hadir dalam persidangan. Jika yang dimaksudkan adalah suami (sebagai tergugat) sama sekali tidak datang dan juga tidak mewakili sama sekali kepada kuasanya, maka berdasarkan Pasal 125 Herzien Indlandsch Reglement (HIR) (S.1941-44) hakim dapat menjatuhkan putusan verstek.
Putusan verstek adalah putusan yang dijatuhkan apabila tergugat tidak hadir atau tidak juga mewakilkan kepada kuasanya untuk menghadap meskipun ia sudah dipanggil dengan patut. Apabila tergugat tidak mengajukan upaya hukum verzet (perlawanan) terhadap putusan verstek itu, maka putusan tersebut dianggap sebagai putusan yang berkekuatan hukum tetap.