Peristiwa di Alam Barzakh, Azab atau Nikmat Kubur?
Allâh Azza wa Jalla memberikan pemberitaan umum kepada seluruh makhluk, bahwa setiap jiwa akan merasakan kematian . Hanya Allâh Yang Maha Hidup, tidak akan mati. Adapun jin, manusia, malaikat, semua akan mati.
Kematian merupakan hakekat yang menakutkan. Dia akan mendatangi seluruh orang yang hidup dan tidak ada yang kuasa menolak maupun menahannya. Maut merupakan ketetapan Allâh Azza wa Jalla . Ini adalah hakekat yang sudah diketahui. Maka sepantasnya kita bersiap diri menghadapinya dengan iman sejati dan amal shalih yang murni.
Lalu bagaimana yang akan dialami di alam kematian (alam barzaakh) ini? Adakah nikmat atau malah azab kubur yang diterima? Ustadz Abu Haidar As-Sundawy menjelaskannya dalam ceramah yang ditayangkan jaringan dakwah muslim Rodja TV, Sabtu kemarin. Menurutnya, apa yang dialami di alam barzakh (baik nikmat ataupun azab) sangat ditentukan oleh amal mereka ketika hidup di dunia. Orang yang dominan melakukan jenis kemaksiatan tertentu (misalnya berzina), maka berbeda azab kuburnya dengan orang yang didominasi oleh dosa ghibah, berbeda lagi dengan orang yang lebih dominan melakukan dosa makan riba.
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa sallam bersabda bahwa ada orang yang akan mati, lalu dia berwasiat kepada anak-anaknya, apabila dia mati bakarlah jasadnya dengan api sampai menjadi debu. Lalu sebarkan debu itu sebagian di lautan, sebagian di daratan, agar terkena hembusan angin lalu tersebar kemana-mana. Dia berharap akan selamat dari kondisi di alam kubur karena dia meyakini alam kubur dan dia takut menderita di alam kubur. Tapi apa yang terjadi?
فأمر الله البحر فجمع ما فيه، وأمر البر فجمع ما فيه، ثم قال: قم. فإذا هو قائم بين يدي الله،
“Allah perintahkan lautan untuk mengumpulkan kembali debu-debu yang disebarkan di lautan, Allah perintahkan daratan untuk mengumpulkan kembali debu-debu dari jasad tadi lalu disatukan. Lalu Allah berfirman: ‘Berdirilah kamu,’ dia pun berdiri kembali di hadapan Allah.”
Lalu Allah bertanya:
ما حملك على ما فعلت؟
“Apa yang mendorongmu untuk melakukan apa yang kamu sudah lakukan tadi?”
Dia menjawab:
خشيتك يارب، وأنت أعلم. فرحمه الله.
“Yang mendorong adalah rasa takut saya kepadaMu Ya Allah, karena Engkau lebih tahu.” Lalu Allah pun merahmati orang itu, mengampuni dosanya. (HR. Bukhari dan Muslim)
Jika ada mayit yang durhaka/banyak dosa, lalu mayitnya disimpan di tempat yang sejuk, maka adzab Allah ‘Azza wa Jalla akan tetap menimpa dia berupa hembusan api dari neraka yang dihembuskan ke alam kubur.
Sebaliknya, jika ada orang yang shalih meninggal dunia kemudian jasadnya disimpan di atas perapian lalu apinya dinyalakan. Sehingga secara fisik jasadnya itu tergarang oleh api di dunia, tetap saja di alam barzakhnya dia akan memperoleh nikmat kubur. Allah jadikan api yang membakar jasadnya itu menjadi dingin dan sejuk.
"Oleh karena itulah unsur-unsur alam, baik itu api, angin, dingin ataupun panas, seluruhnya tunduk patuh kepada kehendak Allah ‘Azza wa Jalla sebagai penciptanya,"urai Dai yang sering mengisi berbagai kajian ini.
Azab dan Nikmat Kubur
Banyak sekali hadis yang menjelaskan keberadaan azab dan nikmat kubur. Hal ini telah disepakati oleh Ahlus Sunnah wal Jamâ’ah. Imam Ibnu Abil ‘Izzi rahimahullah, penulis kitab al-Aqîdah ath-Thahâwiyah, berkata, “Telah mutawatir hadis-hadis dari Rasûlullâh tentang keberadaan azab dan nikmat kubur bagi orang yang berhak mendapatkannya; Demikian juga pertanyaan dua malaikat.
Oleh karena itu, wajib meyakini dan mengimani kepastian ini. Dan kita tidak membicarakan bagaimana caranya, karena akal tidak memahami bagaimana caranya, karena keadaan itu tidak dikenal di dunia ini. Syari’at tidaklah datang membawa perkara yang mustahil bagi akal, tetapi terkadang membawa perkara yang membingungkan akal. Karena kembalinya ruh ke jasad (di alam kubur) tidaklah dengan cara yang diketahui di dunia, namun ruh dikembalikan ke jasad dengan cara yang berlainan dengan yang ada di dunia.” [Kitab Syarah al-Aqîdah ath-Thahâwiyah, al-Minhah al-Ilâhiyah fii Tahdzîb Syarh ath-Thahâwiyah]
Kalangan atheis dan orang-orang Islam yang mengikuti pendapat para filosof mengingkari adanya azab kubur. Mereka beralasan bahwa setelah membongkar kubur, mereka tidak melihat sama sekali apa yang diberitakan oleh nash-nash syariat. Mereka semua tidak mempercayai apa yang di luar jangkauan ilmu mereka. Mereka mengira bahwa penglihatan mereka dapat melihat segala sesuatu dan pendengaran mereka dapat mendengar segala sesuatu, padahal kita saat ini telah mengetahui beberapa rahasia alam yang oleh penglihatan dan pendengaran kita tidak dapat menangkapnya.
Adapun orang-orang yang beriman kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala akan membenarkan berita-Nya. Di dalam al-Qur’ân terdapat isyarat-isyarat yang menunjukkan adanya azab kubur. Antara lain adalah Firman Allâh Azza wa Jalla tentang Fir’aun dan kaumnya :
وَحَاقَ بِآلِ فِرْعَوْنَ سُوءُ الْعَذَابِ ﴿٤٥﴾ النَّارُ يُعْرَضُونَ عَلَيْهَا غُدُوًّا وَعَشِيًّا ۖ وَيَوْمَ تَقُومُ السَّاعَةُ أَدْخِلُوا آلَ فِرْعَوْنَ أَشَدَّ الْعَذَابِ
"Fir’aun beserta kaumnya dikepung oleh azab yang amat buruk. Kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang, dan pada hari terjadinya kiamat. (dikatakan kepada malaikat), “Masukkanlah Fir’aun dan kaumnya ke dalam adzab yang sangat keras”. [QS al-Mukmin : 45-46]
Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata tentang ayat ini, “Fir’aun beserta kaumnya dikepung oleh adzab yang amat buruk”, yaitu tenggelam di lautan, kemudian pindah ke neraka Jahim. “Kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang”, sesungguhnya ruh-ruh mereka dihadapkan ke neraka pada waktu pagi dan petang sampai hari kiamat. Jika hari kiamat telah terjadi ruh dan jasad mereka berkumpul di neraka.
Oleh karena inilah Allâh Azza wa Jalla berfirman (yang artinya), “dan pada hari terjadinya kiamat. (dikatakan kepada malaikat), “Masukkanlah Fir’aun dan kaumnya ke dalam adzab yang sangat keras”, yaitu kepedihannya lebih dahsyat dan siksanya lebih besar. Dan ayat ini merupakan fondasi yang besar dalam pengambilan dalil Ahlus Sunnah terhadap adanya siksaan barzakh di dalam kubur, yaitu firmanNya ‘Kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang’. [Tafsir surat al-Mukmin/40: 45-46]
Imam al-Qurthubi t mengatakan, “Mayoritas Ulama menyatakan bahwa penampakan nereka itu terjadi di barzakh, dan itu merupakan dalil penetapan adanya siksa kubur”. [Kitab Fathul Bâri]
Sebab-sebab yang menjadikan seseorang mendapatkan siksa kubur ada dua bagian, mujmal (global) dan mufash-shal (rinci). Sebabnya secara mujmal (global), yaitu kebodohan terhadap Allâh Azza wa Jalla , menyia-nyiakan perintah-Nya, dan menerjang larangan-Nya. Sedangkan sebabnya secara mufash-shal (rinci), adalah perkara-perkara yang dijelaskan oleh nash-nash sebagai sebab siksa kubur. Seperti: 1. Namimah, yaitu menyampaikan perkataan seseorang kepada orang lain untuk merusak hubungan mereka. 2. Tidak menutupi diri ketika buang hajat. 3. Ghulul, yaitu mengambil harta rampasan perang sebelum dibagi oleh imam. 4. Dusta. 5. Memahami al-Qur’ân namun tidak mengamalkannya. 6. Zina 7. Riba 8. Mayit yang ditangisi keluarganya, jika mayit tersebut tidak melarang sebelumnya.
Sedangkan perkara yang akan menyelamatkan seseorang dari azab kubur adalah orang yang mempersiapkan diri sebelum menghadapi kematian yang datang tiba-tiba. Di antara persiapan menghadapi maut adalah segera bertaubat, menunaikan kewajiban syariat, memperbanyak amal shalih, memperbaiki akidah, berjihad, berbuat baik pada orang tua, menyambung silaturahim, dan amal-amal shalih lainnya. Dengan amalan tersebut Allâh Azza wa Jalla memberinya jalan keluar dari tiap kesulitan dan kesusahan.
Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata dengan mengutip hadits Abu Hurairah Radhiyallahu anhu yang diriwayatkan oleh Abu Hâtim dalam shahih-nya, “Sesungguhnya orang mati dapat mendengar suara langkah kaki orang-orang yang pergi meninggalkannya. Jika ia seorang Mukmin, maka salat berada di dekat kepalanya, puasa berada di sebelah kanannya, zakat disebelah kirinya, perbuatan baik seperti berkata benar, silaturahim, dan perbuatan baik kepada manusia berada di dekat kaki. Ia lalu didatangi (oleh malaikat) dari arah kepalanya, maka salat berkata, ‘Di arahku tidak ada jalan masuk.’
Kemudian ia didatangi dari sebelah kanan, maka puasa berkata, ‘Di arahku tidak ada jalan masuk.’ Kemudian ia didatangi dari sebelah kiri, maka zakat berkata, ‘Di arahku tidak ada jalan masuk.’ Kemudian ia didatangi dari arah kedua kakinya, maka perbuatan baik, seperti berkata benar, silaturahim, dan berbuat baik kepada manusia, berkata, ‘Di arahku tidak ada jalan masuk.’ Lalu dikatakan kepadanya, ‘Duduklah.’ Ia pun duduk. Kepadanya ditampakkan bentuk serupa matahari yang hampir terbenam. Ia ditanya, ‘Siapa lelaki ini yang dulu bersama kalian? Apa pendapatmu tentangnya?’
Ia menjawab, ‘Tinggalkan aku, aku ingin salat.’ Mereka menyahut, ‘Sungguh kamu akan melakukannya, tetapi jawablah pertanyaan kami.’ Ia berkata, ‘Apa pertanyaan kalian?’ Mereka menanyakan, ‘Apa pendapatmu tentang lelaki ini yang dulu bersama kalian? Apa persaksianmu terhadapnya?’ Ia menjawab, ‘Aku bersaksi bahwa ia adalah utusan Allâh, dan dia membawa kebenaran dari Allâh.’ Lalu dikatakan kepadanya, ‘Dengan dasar keimanan itulah kau telah hidup, dan dengan dasar itu kau telah mati, dan dengan dasar itu pula kau akan dibangkitkan, insya Allâh.’
Kemudian dibukakan baginya pintu surga, lalu dikatakan kepadanya, ‘Ini tempat tinggalmu di surga dan segala yang telah Allâh siapkan untukmu.’ Ia bertambah senang dan gembira. Kemudian dibukakan pintu neraka, dan dikatakan, ‘Itu adalah tempat tinggalmu dan segala yang telah Allâh siapkan untukmu (jika kau mendurhakai-Nya).’ Ia bertambah senang dan gembira. Kemudian kuburnya diluaskan seluas tujuh puluh hasta dan diterangi cahaya, jasadnya dikembalikan seperti semula, dan ruhnya dijadikan di dalam penciptaan yang baik, yaitu burung yang bertengger di pohon surga.”
Wallahu A'lam